Tidak Bertawakal Kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan Sebenar-benarnya
Tidak ada kebaikan dan keberkahan dalam hidup, jika seseorang dalam setiap aktivitasnya hanya bersandar pada usahanya saja tanpa menyandarkan dirinya pada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Orang yang seperti ini dikatakan sebagai orang yang tidak bertawakal kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan tidak pula disebut sebagai seorang mukmin dalam arti yang sebenamya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِ ذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَا دَتْهُمْ اِيْمَا نًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ. (٢) الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ.(٣) اُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّا ۗ لَهُمْ دَرَجٰتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ.(٤)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang melaksanakan sholat dan yang menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.”
(QS. Al-Anfal 8: Ayat 2 – 4)
Tawakal¹ kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى akan menambah kehidupan ini menjadi lebih baik dan lebih barakah. Karena tawakal adalah salah satu sifat agung yang sangat dicintai oleh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ. (١٥٩)
“Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 159)
Setiap orang yang hanya bertawakal kepada Allahسُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, maka Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى akan memberikan kecukupan kepadanya, memberi petunjuk, memenuhi kebutuhan mereka dan menjaga mereka dari godaan syetan.² Hal itu sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗ . (٣)
“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS. At-Talaq 65: Ayat 3)
Rasulullah ﷺ bersabda :
مَنْ قَالَ يَعْنِي إِذَا خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ يُقَالُ لَهُ كُفِيتَ وَوُقِيتَ وَتَنَحَّى عَنْهُ الشَّيْطَانُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ.
“Barang siapa yang ketika keluar dari rumahnya mengucapkan; BISMILLAAHI TAWAKKALTU ALALLAAHI LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLAA BILLAAH (dengan nama Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) maka dikatakan baginya, engkau telah mendapatkan kecukupan, telah mendapat pertolongan dan setan menjauh darimu.” Abu Isa berkata, hadits ini adalah hadits hasan shahih gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari sisi ini. ( HR. Tirmidzi hadits no.3348, Abu Daud hasits no. 4431 ) Abu Daud menambahkan dengan lafazh. ” Syetan berkata kepada syetan yang lainnya, ” Bagaimana kau dapat menghadapi orang yang telah diberikan petunjuk, dicukupkan, dan dilindungi ?.³
Sebagian orang ada yang berkeyakinan bahwa yang dimaksud dengan tawakal kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى adalah tidak memerlukan sarana sebab apapun, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ :
يَدْخُلُ مِنْ أُمَّتِي الْجَنَّةَ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ثُمَّ قَالَ : هُمُ الَّذِينَ لَا يَتَطَيَّرُوْنَ وَلَا يَسْتَرقُوْنَ وَلَا يَكْتُرُّوْنَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ.
“Umatku akan masuk surga sebanyak 70.000 orang tanpa hisab.” Beliau kemudian bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang tidak bertathayyur, tidak meramal, dan tidak menusukan besi ketika terkena penyakit, dan mereka yang bertawakal kepada Tuhan-Nya.” (HR. Bukhari hadits no. 6059, Muslim hadits no. 323)
Para ulama⁴ berselisih pendapat mengenai apakah sikap yang paling afdhal, apakah berobat manakala terkena suatu penyakit ataukah hanya bertawakal kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Mengenai hal ini ada dua pendapat yang masyhur.
Imam Ahmad berpendapat bahwa bertawakal bagi orang yang mampu menahan rasa sakit adalah sikap yang dianggap lebih afdhal, sesuai dengan hadits Rasulullah ﷺ Yang menganggap bahwa berobat lebih baik berdalil bahwa Rasulullah ﷺ sendiri biasa mengobati penyakit beliau. Rasulullah ﷺ sendiri tidak melakukan apapun kecuali yang paling afdhal bagi beliau. Hadits tersebut dicontohkan sebagai bentuk perdukunan (peramalan) yang dibenci, karena dikhawatirkan membawa kepada kemusyrikan. Dalil hadits tersebut dibarengi dengan sikap pengobatan dengan menancapkan besi dan bertathayyur. Sedangkan keduanya adalah perbuatan yang dibenci.
Mujahid, Ikrimah, An-Nakha’i, dan yang lainnya dari kaum salaf berkata, “Meningalkan sikap berusaha bukanlah suatu rukhshah (keringanan hukum) secara umum, kecuali bagi yang hatinya terputus dari sikap memuliakan para makhluk secara umum.”
Al Ghazali⁵ berkata, “Meninggalkan pengobatan terkadang lebih afdhal di saat-saat tertentu. Dan melakukan pengobatan terkadang lebih afdhal pada saat tertentu pula. Sesungguhnya hal itu berbeda-beda sesuai dengan kondisi, kepribadian setiap individu dan niat masing-masing.”
Suatu hari Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada Abdullah bin Abbas yang sedang mengendarai kendaraan di belakang Rasulullah ﷺ,
يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
“Beliau bersabda, “Hai nak, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah niscaya Ia menjagamu, jagalah Allah niscaya kau menemui-Nya di hadapanmu, bila kau meminta, mintalah pada Allah dan bila kau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah, ketahuilah sesungguhnya seandainya umat bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak akan mampu memberi manfaat apa pun selain yang telah ditakdirkan Allah untukmu dan seandainya bila mereka bersatu untuk membahayakanmu, mereka tidak akan mampu membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Allah padamu, pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering (maksudnya takdir telah ditetapkan).” Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan shahih.”(HR. Tirmidzi hadits no. 2440, Ahmad hadits no. 2537, 2627)
Maksud hadits ini bukan berarti seseorang tidak diperbolehkan meminta pertolongan kepada orang lain selain Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, karena jika demikian maka orang yang bodoh tidak diperkenankan bertanya kepada orang yang pandai. Orang yang sakit juga tidak diperkenankan meminta pertolongan kepada dokter. Orang yang tenggelam juga tidak diperbolehkan meminta pertolongan kepada orang-orang yang dapat menyelamatkannya agar tidak tenggelam, dan seseorang juga tidak diperkenankan meminta bantuan apapun kepada orang lain.
Meminta pertolongan kepada selain Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى sendiri banyak disebutkan dalam beberapa ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
فَسْــئَلُوْۤا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ. (٤٣)
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,”(QS. An-Nahl 16: Ayat 43)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
وَسْـئَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِيْ كُنَّا فِيْهَا .(٨٢)
“Dan tanyalah (penduduk) negeri tempat kami berada disitu..”(QS. Yusuf 12: Ayat 82)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
فَسْـئَلِ الَّذِيْنَ يَقْرَءُوْنَ الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ .(٩٤)
“Maka tanyakanlah kepada orang yang membaca Kitab sebelummu.”
(QS. Yunus 10: Ayat 94)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
فَسْئَـلْ بِهٖ خَبِيْرًا.(٥٩)
“Maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada orang yang lebih mengetahui (Muhammad).”(QS. Al-Furqan 25: Ayat 59)
Dan ayat-ayat Al Qur’an lainnya yang sangat banyak jumlahnya. Para sahabat yang mulia juga sering meminta bantuan kepada Rasulullah ﷺ, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih. Salah seorang dari mereka ada yang memohon agar beliau ﷺ memohonkan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى supaya penglihatannya menjadi normal. Di antara para sahabat tersebut juga ada yang memohon agar Rasulullah ﷺ menyembuhkannya dari penyakit. Dan di antara mereka juga meminta agar diberikan syafaat oleh Rasulullah ﷺ.
Hadits Abdullah bin Abbas tersebut maksudnya adalah bahwa Rasulullah ﷺ melarang manusia untuk meminta pertolongan kepada orang lain dalam perkara harta benda, bukan meminta pertolongan dalam hal permasalahan akhirat dan ibadah. Karena Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى sendiri memerintahkan kepada kita untuk meminta bantuan kepada selain Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dalam ibadah-ibadah yang ada, sehingga kita dapat belajar dari ahli ilmu. Orang yang salah mengartikan sifat tawakal mengira bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى saja sudah cukup baginya, mereka berdalil dengan firman Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, Dan cukuplah Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى menjadi pelindung bagiku.”
la mengira bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى akan selalu memberikannya rezeki, memberikannya kebaikan dan keberkahan secara terus menerus. Karena menurut
mereka Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا.
“Rasulullah ﷺ bersabda, “Andai saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya kalian diberi rezeki seperti rezekinya burung, pergi dengan perut kosong di pagi hari dan pulang di sore hari dengan perut terisi penuh.”⁶
( HR. Tirmidzi hadits no. 2266, Ibnu Majah 4154, Ahmad 200,348,351)
Rasulullah ﷺ bersabda,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا فُلَانُ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَقُلْ اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ وَوَجَّهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ فَإِنَّكَ إِنْ مُتَّ فِي لَيْلَتِكَ مُتَّ عَلَى الْفِطْرَةِ وَإِنْ أَصْبَحْتَ أَصَبْتَ أَجْرًا.
“Rasulullah ﷺ bersabda, “Hai fulan, jika engkau mendatangi kasurmu, maka panjatkanlah doa, “ALLAAHUMMA ASLAMTU NAFSII ILAIKA, WAWAJJAHTU WAJHII ILAIKA, WAFAWWADLTU AMRII ILAIKA, WA ALJA”TU ZHAHRII ILAIKA, RUGHBTAN WA RUHBATAN ILAIKA, LAA MALJA’A WA LAA MANJAA MINKA ILLAA ILAIKA, AAMANTU BIKITAABIKAL LADZII ANZALTA WABINABIYYIKAL LADZII ARSALTA ‘(Ya Allah, aku pasrahkan jiwaku kepada-Mu, dan kuhadapkan wajahku kepada-Mu, dan aku serahkan urusanku kepada-Mu, dan aku sandarkan punggungku kepada-Mu, dengan berharap-harap cemas kepada-Mu, sesungguhnya tidak ada tempat bersandar dan tempat keselamatan selain kepada-Mu, saya beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan dan nabi-Mu yang Engkau utus).’ Maka sekiranya engkau meninggal di malammu, engkau meninggal di atas fitrah, dan jika engkau meninggal pagi harinya, engkau peroleh pahala.” ( HR. Bukhari hadits no. 6934, Ahmad 17782,17909,17932)
Kebaikan adalah dengan bersandar kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, dan keberkahan itu terdapat pada sikap tawakal kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan sebenar-benarnya sikap tawakal. Wallahu Alam.
Diriwayatkan Oleh :
1.Tawakal adalah bersandar kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dengan sebenar- benarnya ketika melakukan hal yang bermanfaat dan mencegah mudharat, baik bagi kehidupan di dunia maupun di akhirat.
2. Setiap orang yang dilindungi dari godaan syetan maka ia berarti telah memperoleh barakah-Nya.
3. Riyadh Ash – Shalihin, hlm.34
4. Al Bahru Ar-Raiq fi Az-Zuhdi wa Ar-Raqaiq, Ahmad Farid, hlm. 238, Daarul Iman.
5. Ihya Ulumuddin, Abu Hamid Al Ghazali, IV/292, Daarul Hadits, Maktabah At-Tujariyah Al Kubra.
6. Makna hadits tersebut adalah burung itu pergi pada awal siang dalam keadaan lapar dan kembali pada akhir siang dalam keadaan perut penuh berisi.